Produktivitas ekonomi Indonesia tertinggal dibandingkan negara tetangganya karena terlalu banyak hari libur yang disetujui pemerintah setiap tahunnya, kata seorang ekonom pada hari Sabtu.
Pemerintah telah mengumumkan 27 hari libur nasional pada tahun ini saja, yang sebagian besar berkaitan dengan acara keagamaan. Sebagai perbandingan, Vietnam hanya memiliki 13 hari libur nasional, kata Eko Listiyanto dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang berbasis di Jakarta.
“Libur yang terlalu banyak tentu tidak baik bagi sektor industri dan dunia usaha. Saya kira pemerintah perlu mengkaji ulang banyaknya hari libur nasional,” kata Eko.
Investor mempertimbangkan jumlah hari libur suatu negara sebelum mengambil keputusan besar, tambah Eko.
Namun, diakui Eko, menemukan keseimbangan antara kepentingan dunia usaha dan budaya mengakar yang menjadi dasar penetapan hari libur nasional bukanlah hal yang mudah.
“Indonesia memiliki beragam budaya dan agama yang menjadikannya unik dibandingkan negara lain. Setiap agama mempunyai hari raya yang dianut oleh seluruh bangsa, sehingga tidak bisa kita bandingkan dengan negara lain,” kata Eko.
Setiap tahun, pemerintah menetapkan hari libur umum bagi pegawai negeri sipil untuk menambah hari libur pada hari kerja di antara hari libur nasional dan akhir pekan. Libur panjang yang tidak mengurangi cuti tahunan PNS ini bertujuan untuk mendukung industri pariwisata.
Tantangannya adalah bagaimana pemerintah bisa menerapkan kebijakan hari libur nasional yang menjaga produktivitas nasional dan daya saing kita terhadap negara lain, kata Eko.